Di era 80-an, pembangunan berkelanjutan (sustinability develop-
ment) menjadi paradigma bagi negara-negara berkembang, dalam
mencanangkan pembangunan negara yang menitik tekankan pada
pembangunan sumber daya manusia sebagai subyek pembangunan.
Berpijak dalam kerangka itu, maka pembangunan negara yang ber-
tumpu pada sumber daya manusia harus diletakkan pada pandangan
"keberdayaan dan kemandirian" masyarakat. Strategi kebijakan itu,
harus menjadi pandangan semua pihak dalam mengambil keputusan,
yang diletakkan pada kerangka "pembangunan partisipatif".
Pembangunan partisipatif meletakkan masyarakat dalam subyek
pembangunan, yang dikembangkan dengan strategi kebijakan melalui
berbagai pendekatan, yang salah satu pilar utamanya adalah dengan
pendekatan "pemberdayaan masyarakat". Bertitik tolak pada pan-
dangan itu, maka penanganan program-program pemberdayaan ma-
syarakat (social envorement) seyogyanya harus diletakkan pada pe-
ngembangan modal sosial (social capital), tidak hanya pada pengem-
bangan ekonomi (financial capital) semata, dengan meningkatkan per-
tumbuhan ekonomi.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membentuk modal so-
sial, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat melalui "strategi
budaya" yang berbasis pada Organisasi Pembelajaran Sinergik (OPS)?
Dalam konteks itu, maka pemberdayaan masyarakat melalui strategi
budaya yang berbasiskan pada Organisasi Pembelajaran Sinergik
(OPS) dapat dimanfaatkan dalam upaya peningkatan terbentuknya
modal sosial. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dengan mana-
jemen OPS, yang berpijak pada strategi budaya sebagai ciri dari modal
sosial adalah masyarakat yang mampu melakukan pembelajaran
(learning society), societas negosiatif (mahir dan mau mengadakan ke-
sepakatan), masyarakat penuh tanggung jawab dan masyarakat ber-
moral sehingga mampu meningkatkan kapasitas dirinya secara man-
diri dan berkelanjutan